Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal sebagai Ahok, kembali menjadi sorotan publik setelah keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina. Kasus ini mencakup periode antara 2011 hingga 2021 dan melibatkan kerugian negara yang signifikan. Ahok, yang pernah menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus ini.
Latar Belakang Kasus
Kasus korupsi LNG di Pertamina mencuat setelah KPK menemukan adanya potensi kerugian negara yang mencapai USD 337 juta akibat kontrak-kontrak LNG yang tidak menguntungkan. Penemuan ini berawal dari audit yang dilakukan oleh KPK dan laporan dari internal Pertamina yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam pengadaan LNG. Ahok diperiksa pada 9 Januari 2025, di mana ia dimintai keterangan mengenai kerugian yang dialami Pertamina dan permintaan Dewan Komisaris kepada Direksi untuk meneliti enam kontrak LNG yang bermasalah.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Ahok bertujuan untuk mendalami lebih lanjut mengenai kerugian yang dialami Pertamina dan bagaimana kontrak-kontrak tersebut disetujui. “BTP (Basuki Tjahaja Purnama) didalami terkait adanya kerugian yang dialami Pertamina di tahun 2020,” ungkap Tessa. Hal ini menunjukkan bahwa KPK berusaha untuk mengungkap semua fakta yang ada dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang terlewat dalam penyelidikan ini.
Ahok Menanggapi
Setelah menjalani pemeriksaan, Ahok menyatakan bahwa ia siap membantu KPK dalam penyelidikan ini. Ia menegaskan bahwa masalah ini tidak terjadi selama masa jabatannya. “Kontrak-kontrak ini sudah ada sebelum saya masuk. Penemuan ini terjadi pada Januari 2020, setelah saya menjabat selama dua bulan,” jelasnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Ahok berusaha untuk menjelaskan posisinya dalam kasus ini dan menegaskan bahwa ia tidak terlibat dalam pengambilan keputusan yang merugikan.
Ahok juga menambahkan bahwa ia tidak memiliki wewenang untuk mengubah kontrak yang telah disepakati sebelumnya. “Saya hanya menjalankan tugas sebagai komisaris dan tidak terlibat dalam proses pengadaan,” tegasnya. Dengan pernyataan ini, Ahok berharap agar publik memahami bahwa ia tidak bertanggung jawab atas keputusan yang diambil sebelum masa jabatannya.
Tindak Lanjut KPK
KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014, Hari Karyuliarto, dan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014, Yenni Andayani. Keduanya diduga melakukan tindakan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, juga telah dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara karena terlibat dalam kasus yang sama.
KPK terus mengembangkan penyelidikan ini dengan memanggil sejumlah saksi lainnya, termasuk pejabat-pejabat Pertamina yang terlibat dalam pengadaan LNG. Hal ini menunjukkan komitmen KPK untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bertanggung jawab. KPK juga berencana untuk melakukan audit lebih mendalam terhadap kontrak-kontrak LNG yang ada untuk mengidentifikasi potensi kerugian lainnya.
Dampak dan Reaksi Publik
Kasus ini telah menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Banyak yang mengharapkan agar KPK dapat menuntaskan penyelidikan ini dengan transparan dan adil. Beberapa pihak juga menilai bahwa kasus ini mencerminkan masalah yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, di mana korupsi sering kali menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Ahok, yang dikenal sebagai sosok kontroversial, juga mendapatkan dukungan dari sejumlah penggemarnya yang percaya bahwa ia tidak terlibat dalam praktik korupsi. Mereka berharap agar KPK dapat memisahkan antara fakta dan opini yang beredar di masyarakat. “Kami percaya bahwa Ahok adalah orang yang berintegritas dan tidak terlibat dalam korupsi,” ujar salah satu pendukungnya.
Kasus korupsi LNG di Pertamina yang melibatkan Ahok menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Meskipun Ahok menyatakan bahwa ia tidak terlibat dalam pengambilan keputusan yang merugikan, penyelidikan KPK akan terus berlanjut untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat dimintai pertanggungjawaban.
Dengan adanya kasus ini, diharapkan akan ada peningkatan pengawasan dan reformasi dalam pengadaan barang dan jasa di perusahaan-perusahaan milik negara, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan. KPK diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.